BAB
II
KETERLIBATAN AMERIKA SERIKAT DALAM PEMBERONTAKAN PKI di INDONESIA
KETERLIBATAN AMERIKA SERIKAT DALAM PEMBERONTAKAN PKI di INDONESIA
A. Amerika
dan Kemerdekaan Indonesia
Keterlibatan
Amerika dalam politik Indonesia sebenarnya telah dimulai tidak lama setelah
Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya. Keterlibatan ini terjadi ketika
Indonesia dan Belanda melakukan negosiasi yang berkaitan dengan pengakuaan
kemerdekaan dan kedaulatan serta penetapan batas-batas wilayah. Saat itu
sebenarnya Indonesia dan Amerika sangat
kuat menentang kolonialisme. Meskipun demikian, anti kolonialisme semakin
diabaikan secara diam-diam di bawah pemerintahan presiden S.Truman (1945-1953)
mendukung upaya pendudukan kembali Indonesia ini oleh pemerintah kolonial
Belanda.(Baskara T.Wardaya.2007.hal 78-79) Ada beberapa alasan bagi posisi
demikian:
Pertama, ketakutan akan komunisme.
Kedua, pentingnya Indonesia bagi kepentingan ekonomi Belanda. Indonesia yang kaya akan SDA telah menjadi sumber utama
ekonomi Belanda.
Ketiga, kepentingan ekonomi Amerika. Ada sejumlah perusahaan Amerika yang kini
beroperasi di Sumatra. Keberadaan Belanda akan menjamin keamanan
perusahaan-perusahaannya. Para pejabat Amerika khawatir bahwa kepergian Belanda
dari Indonesia akan mendorong negeri baru itu menasionalisasikan perusahaan
asing milik Amerika.( Baskara T.Wardaya.2007.hal 81 dalam Kahin and Kahin.hal
29-30).
B. Amerika
Setelah Kemerdekaan Indonesia
Untuk
beberapa saat ini, alasan diatas menjadi penentu bagi sikap AS terhadap
Indonesia. Namun, akhirnya sikap itu berubah. Ada dua perubahan yang mendorng
perubahan itu. Pertama, Keberhasilan
Indonesia dalam mengatasi peristiwa Madiun 1948. Kedua, militer Belanda terhadap Indonesia dalam
mengatasi agresi pertama (Juli-Agustus 1947) dan Agresi kedua (Desember 1948).
Berdasarkan dua pertimbangan itu, banyak pejabat AS mulai meninjau
kembalidukungan mereka terhadap Belanda dan mulai menunjukan dukungan tehadap
Indonesia. Kemudian mereka menekan Menlu Dean Acheson yang selalu mendukung
kepentingan Belanda. Acheson pun setuju bahwa AS membantu perundingan
Indonesia-Belanda yang disponsori PBB yang disebut KMB yang diadakan di Den
Haag pada 1949. Pada sidang KMB Indonesia dituntut untuk membayar utang kepada
Belanda sebesar 1,3 Milyar Amerika,
Sejak
diakhirinya KMB hubungan Amerika-Indonesia membaik. Namun hal ini tak bertahan
lama yang disebabkan Duta Besar Amerika pertama membujuk pemerintah Indonesia
untuk meninggalkan prinsip Non-Bloknya dan memihak blok Barat. Namun pemerintah
AS berbohong kepada pemerintah RI dalam bentuk bantuan ekonomi yang pemerintah
RI tak sadar didalamnya telah menyetujui untuk memihak Blok Barat.
C. Eisenhower
dan Pemberontakan Daerah
Keinginan
Amerika untuk memulihkan hubungan dengan Indonesia sama besarnya dengan
tanggungjawabnya kepada Inggris dan Malaysia. Soekarno dan banyak pemimpin
lainnya di Indonesia menginginkan bantuan Amerika dan menantang Malaysia pada
waktu yang bersamaan. Dan saat itu pula PKI sangat khawatir akan berpalingnya
kiblat Indonesia ke AS. (M.C Ricklefs.2008.hal 566). Meskipun telah ada usaha
perbaikan hubungan, dukungan Amerika terhadap kemerdekaan Indonesia terlihat
menurun. Hal ini disebabkan dengan bagaimana Amerika menyikapi berbagai
perkembangan politik yang terjadi di Indonesia. Pada awal tahun 1950-an,
Soekarno semakin kuat pada prinsipnya non-blok dan bebas aktif dalam hubungan
luar negeri. Ia pun rajin membina hubungan dengan negara-negara Blok Timur
(Lawan Amerika).(Baskara T,Wardaya.2007.hal 85). Sementara itu sikap Presiden
Soekarno semakin kritis terhadap Amerika. Ia berterima kasih atas segala
bantuan negara adidaya itu, tapi pada saat yang sama ia menunjukkan sikap
hati-hati. Dalam pidato Kongres (7 Mei 1956)misalnya dengan jelas Soekarno
menunjukkan sikapnya. Dalam pidatonya Soekarno meminta pengertian Amerika dan
berterima kasih dalam persahabatan dan bantuannya tapi kemudian menamnbahkan,
“Dalam rasa berterima kasih, saya ingin mengungkapkan
diri secara terus terang sebagai teman”, lalu ia bertanya “Apakah saya
diizinkan untuk berterus terang Bapak ketua sidang?”
Bagi Soekarno
bantuan luar negeri itu baik, namun ada sejumlah catatan yang perlu ditambahkan.
Katanya
“…dalam dunia Internasional yang telah terbelah
seperti ini, kami kami telah berketetapan bahwa darimana pun datangnya suatu
bantuan, tak ada bantuan material yang mampu merampas dari tangan kami
kemerdekaan yang telah kami perjuangkan mati-matian itu. Bagi kami kemerdekaan
itu lebih berharga daripada produk apa pun yang dapat dibeli atau dijual oleh
suatu negara…..kami terbuka terhadap berbagai bantuan, namun dengan syarat
bantuan itu diderikan demi keuntungan timbal balik. Kami menolak gagasan untuk
menggadaikan kemerdekaan intelektual dan spiritual ataupun kebebasan fisik
hanya demi uang.” (Baskara T,Wardaya.2007.hal 86 dalam The New York Times, May
18,1956,hal 1,4)
Untuk mencegah partai komunis masuk ke dalam Indonesia, presiden
Einshower menerapkan sebuah kebijakan membendung komunisme. Kebijakan tersebut
menuntut suatu kerahasiaan Presiden Einshower dan Menteri Luar Negeri banyak
bergantung dengan CIA. Perlu diketahui pula
bahwa kebijakan Presiden Einshower segaris dengan kebijakan Amerika
terhadap negara di Asia Tenggara. Berbagai operasi besar-besaran tapi rahasia
lebih sering diutamakan daripada kebijakan resmi yang tampak.(Baskara
T,Wardaya.2007.hal 87 dalam Kahin and Kahin.hal 6),
Pada pemerintahan Nasionalis Cina, mereka mereka
menghadapi ancaman komunis. Pada saat kelompok
Komunis dan Nasionalis selesai menhadapi konflik, memenh keutuhannya
terjaga. Namun, dibalik itu semua komunis bisa mengambil alih kekuasaan tahun
1949. Sebagaimana dikatakan John Foster Dulles, “Keutuhan teritorial Cina kita
jadikan slogan. Akhirnya, kita memeng mendapatkan Cina secara teritorial tetap
utuh-tapi demi keuntungan siapa? Keuntungan komunis?” (Baskara
T,Wardaya.2007.hal 88 dalam Papers of
John Foster Dulles, Harvey Mudel
Library, Princeton University, Princeton, N.J,sebagaimana dikutip dalam Kahin and Kahin hal 10).
Padahal menurutnya, seharusnya Amerika mendukung Cina untuk mengkonsentrasikan
kekeuatan Nasionalis. Dan daerah yang tak bisa dipertahankan dibiarkan dikuasai
Komunis yang suatu akhirnya akan direbut kembali. “Pelajaran dari Cina inilah
yang menjadikan satu titik operasi rahasia Amerika terhadap Indonesia tahun
1950-an. Dalam pandangan pemerintah Eisenhower lebih baik Indonesia dipecah
menjadi beberpa bagian daripada jatuh ketangan Komunis.
Pada saat itu presiden Eisenhower beserta
kawan-kawannya dan dua saudaranya takut apabila Indonesia jatuh ketangan
komunis. Pada 8 September1957 pembangkang mengumumkan deklarasinya “Piagam
Palembang” yang ditanda tangani oleh tiga pemimpinnya. Namun, pada tanggal 5
Februari 1958 ultimatum mereka ditolak, dan akhirnya mereka menyatakan
memisahkan diri dari pemerintah RI. Dalam pemerintahan Eisenhower banyak yang
gembira karena mereka memandang sebagai kesempatan untuk menggeser komunis ke
non-komunis. Guna mencapai tujuan itu, mereka pun mengembangkan suatu kebijakan
yang arahnya, “Menhancurkan PKI, perlemah kekuatan AD di Jawa, dan sejauh
mungkin membatasi gerak, kalau bukan sepenuhnya menurunkan Presiden
Soekarno.”(Baskara T,Wardaya.2007.hal 91 dalam Kahin and Kahin.hal 17).
BAB
III
GERAKAN-GERAKAN CIA
GERAKAN-GERAKAN CIA
A. CIA
Dalam Konferensi Asia-Afrika
Beberapa
tahun sebelum terjadi pemberontakan
dinas rahasia AS pernah melakukan aktivitas rahasianya. Misalnya saat
penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika 1955. Dan operasi ini dimulai dari
inisiatif Soekarno yang akan mengadakan Konferensi di Bandung. Yang akhirnya
para calon peserta sepakat dengan gerakan non-bloknya. Apabila itu bener
terjadi, itu semua merupakan tantangan untuk membentuk SEATO yang di seponsori
oleh AS yang bertujuan untuk membendung pengaruh Komunis. CIA kemudian
mempertimbangkan cara untuk mengagalkan KAA. Selama bertahun-tahun rencana
tersebut tersimpan sebagai rahasia. Semua terbuka pada tahun 1975 ketika sebuah
komisi senat menyelidiki operasi CIA. Mendengar suatu kegiatan yang berkaitan
dengan agen di negara-negara Asia Timur. Dan menurut kesaksian itu CIA
mengusulkan suatu rencana untuk membunuh Soekarno guna mengacaukan KAA namun
kesemuanya itu ditolak sepenuhnya. Akhirnya KAA berjalan sesuai persiapan.
B. Bantuan
Untuk Masyumi
Campur
tangan CIA juga pernah dilakukan berkaitan dengan diselenggarakannya Pemilu
1955. Tujuan utamanya adalah mengacau PNI dan PKI. Para agen CIA di Indonesia
merasa perlu bahwa Amerika memberi dukungan finansial yang amat besar kepada
partai tersebut. Smith-yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Ketua Cabang CIA
untuk Devisi Asia Timur-mengakui bahwa sumbangan sebesar satu juta dollar AS
itu untuk sebuah partai politik bukan hal yang biasa. Oleh karena itu, supaya
kelak tidak ketahuan,CIA menggunakan takik “Complete Write-Off”, yakni tiadanya
permintaan pertanggungjawaban atas bagaimana uang itu akan digunakan. “Saya
sama sekali tidak tahu bagaimana dan untuk apa akhirnya uang satu juta dollar
itu digunakan oleh Masyumi.” (Baskara T,Wardaya.2007.hal 103 dalam Smith,h
210-211). Yang akhirnya proyek itu gagal total.
C. CIA
dan Pemberontakan Daerah
Semakin
kuatnya pengaruh PKI, pada tahun 1957 CIA ikut langsung melibatkan diri dalam
pemberontakan melelui operasi rahasia yang membutuhkan dukungan dari Pentagon.
Untuk mendapatkan izin CIA menentukan kebijakan luar negeri AS. Saat di Indonesia terjadi perkembangan
mengkhawatirkan. Dalam pemilu daerah 1957, PKI mendapat suara luar biasa.
Bahkan Menteri Luar Negeri Christian A.Herter mengatakan dia prihatin apa yang
terjadi di Indonesia karena pemerintahan demokratis telah dilempar keluar jendela.(Baskara
T,Wardaya.2007.hal 107 dalam FRUS, Vol XXII,Doc.240,h 400). Dalam rapat Herter
mendesak dipertimbangkannya konsekuensi seandainya Jawa dan Sumatra dipisah
dari bagian Indonesia. Karena semua itu akan berguana untuk Indonesia di masa
depan. Pada 2 Agustus 1957 Pembantu Luar Negeri untuk UrusanTimur Jauh Walter
S. Robserton menyatakan keprihatinannya kepada Dubes Amerika untuk Indonesia
John M.Allison atas situasi yang memburuk di Indonesia.
D. Pencopotan
John Allison
Semua
keprihatinan menjadi alasan tambahan bagi CIA untuk menyakinkan pemerintahan
Presiden Eisenhower tentang keseriusan CIA dalam masalah komunisme di
Indonesia. Berkaitan dengan itu semua mereka menganggap bahwa Dubes Allison
menjadi sebuah halangan untuk rencana mereka. Karena saat itu Amerika khawatir
mengenai meningkatnya pengaruh komunisme di Indonesia. Malah-malah Allison
mengatakan bahwa meskipun Indonesia secara resmi menganut politik bebas aktif
orang Indonesia akan tetap berpaling dengan Amerika dan yang mereka butuhkan
bukan saja bantuan militer dan teknis tapi hubungan antar manusia juga. Selain
itu Indonesia kecewa karena tampaknya Amerika sedang mengabaikan tradisi
sendiri ( bekas negara jajahan) dan malah bergabung dengan negara-negara kaya.
Allison yang menjabat sebagai Dubes Amerika sejak 3 Maret 1957 menyatakan bahwa
seharusnya mendukung pemerintah Indonesia karena pengaruh non-komunis paling
besar tetap berada pada kabinet. Selanjutnya Dubes Allison merekomendasikan
kepada pemerintah Amerika supaya memberikan bantuan ekonomi dan alat-alat
militer. Allison juga menyatakan keberatan kalau CIA terlibat dalam urusan
Indonesia.
Bagi
operasi CIA, Allison telah menjadi sumber masalah. Bahkan ia telah mengajukan
pertanyaan menjengkelkan bagi CIA. Sebagai reaksi, dalam berurusan dengan Dubes
yang “keras kepala” macam ini CIA menggunakan taktik lama yang sudah mereka
pakai (Baskara T,Wardaya.2007.hal 110).
Kecewa dengan Dubes AS di Indonesia yang bekerja belum ada saty tahun itu,
orang-orang CIA mendesak Allen Dulles (Direktur CIA) agar kakaknya mencopot kedudukan
Allison dari kedudukannya. Yang akhirnya
John Foster Dulles memenuhi permintaannya itu. Pada akhirnya Allison
ditarik dan digantikan oleh Howard P.Jones yang membahagiakan bagi CIA.
E. CIA
dan Peristiwa Cikini
Pada
tanggal 30 Novenber 1957 CIA meleksanakan operasi rahasia dan mencoba membunuh
Presiden Soekarno. Namun Presiden Soekarno selamat dan ada 10 orang tewas.
Siapa pelaku peledakan granat tersebut belum diketahui. Dalam rapat NSC 5
Desember 1957 direktur CIA masih ragu pada laporan yang menyatakan bahwa
komunislah yang ada dibalik itu semua. Akhirnya situasi tersebut di manfaatkan
oleh agen CIA dan menyebarkan isu bahwa komunislah otak dari semua itu.
Akhirnya diketahui pula bahwa pelakunya adalah anggota sebuah kelompok agama
tertentu yang tak ada kaitannnya dengan CIA maupun PKI.
F. Allen
Dulles, NSC dan Pemberontakan Daerah
Dalam
rapat NSC (National Security Council) Allen Dulles mengatakan apa pun yang
terjadi di Indonesia khususnya luar Jawa semua tak terhindarkan. Setelah usai
rapat NSC Allen Dulles dan Wakil Menlu Herter ingin bertemu dengan Presiden
Eisenhower untuk membicarakan situasi di Indonesia. Namun, pertemuan itu tak
terjadi. Dan apapun isi pembicaraan itu, pemerintah pusat Indonesia dengan
tegas menolak ultimatum pemberontak. Jendral Nasution memecat pemimpin
pemberontakan, yaitu Ahmad Husein dan
para pendukungnnya juga dipecat. Dari Washington, Allen Dulles mengikuti
perkembangan di Indonesia dengan seksama dan selalu mendapat laporan terbaru
dari CIA (Baskara T,Wardaya.2007.hal 115).
Dalam
menjalankan misinya CIA diuntungkan oleh kehadiran militer AS yang datang ke
Asia Tenggara di tambah kehadiran Inggris yang menyediakan markas operasi di
Singapura yang dekat dengan Sumatra. Pada bulan-bulan pertama pemberontakan,
CIA menyediakan sejumlah pesawat beserta para pilotnya guna menjalankan tugas
penembakan dan pengeboman atas lokasi pertahanan pemerintah RI. Pada Mei 1958
salah seorang pilot pengebom kapal tanker Inggris San Flaviano yang berlabuh di Balik Papan. Sebuah kapal Indonesia Aquilla, dan kapal barang Italia Ambonia, kapal Yunani Armonia, dan kapal bebendera Panama Flying Lark. Orang-orang di wilayah
tersebut mengetahui bahwa pesawat itu milik Amerika. Seorang awak kapal Flaviano yang selamat mengatakan “Jangan
bohongi saya dengan mengatakan bahwa Amerika tidak terlibat dalam serangan-serangan
tersebut” (Baskara T,Wardaya.2007.hal 117 dalam Time, May 12,1958 hal 33).
G. Penangkapan
Allen Pope
Ternyata pemberontakan itu tidak sesuai dengan rencana
CIA. Saat itu CIA membantu para pemberontak dengan menngkatkan serangan di
Maluku. Presiden Soekarno pun mencurigai adanya pihak ketiga yang ikut
campur tapi tidak menyebutkan secara
khusus. Dan apa yang dikatakan Bung Karno itu segera terbukti, kaerna saat
melakukan pemberontakan itu sebuah pesawat pemberontak tertembak dan jatuh.
Ketika pesawat ditembak pilot (Allen Lowrence Pope) dan ko-pilot sempat
melompat dari pesawat dan selamat. Ketika dimintai tanggapan atas tertangkapnya
pilot CIA itu, Dubes Amerika untuk Indonesia Howard P.Jones hanya bisa
memberikan pernyatan standar. Ia ulangi saja kata-kata Presiden Eisenhower yang
menyangkal keterlibatan AS. Dan menyadari tertangkapnya personel militer
Amerika itu bisa dijadikan berita dunia. Pada kesempatan konferensi pers Pope
di umumkan kepada Publik angkatan udara AS yang bekerja untuk institusi penerbangan
milik CIA. Yang jelas pengungkapan identitas Pope menjadi kesempatan untuk
menunjukan bahwa AS terlibat dan mendukung pemberontakan daerah.
H. CIA
Menarik Diri
Sebelum tertangkapnya Pope, Dubes Jones sudah
mengusulkan agar Amerika menarik diri saja. Karena selama inin operasi-operasi
itu telah menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk pihak-pihak
yang sebenarnya bersimpati kepada para pemberontakan. Sebagaiman Dulles
melapaorkan dan menenrangkan latar belakang usaha Amerika untuk mendukung dan
mempengaruhi kalangan militer maupun sipil di Indonesia guna mengambil langkah
untuk menghentikan kecenderungan negeri itu yang semakin berorientasi komunis. Sementara
itu komunis para pemberontak mengalihkan kekuatan ke Sulawesi dan Maluku, namun
disana dikalahkan oleh tentara pemerintah. Saat melakukan pemberontakan di
Sulawesi sudah menampakan tanda-tanda menyerah dan melakukan negosiasi,namun
Presiden Soekarno menolak. Semua itu terjadi dan membuat CIA kecewa dan harus
mengevaluasi kembali operasi-operasinya untuk mendukung pemberontakan. Ditambah
dengan tertangkapnya Allen Pope yang terbukti berkaitan dengan dinas rahasia
itu.
Pertengahan 1958 diam-diam CIA mulai menarik
dukungannya. Sehingga kekuatan pemberontak semakin berkurang. Bersamaan dengan
itu secara resmi diakhiri pula dukungan Pemerintahan Eisenhower terhadap
pemberontakan di Indonesia. Seperti di tulis Audrey dan George Kahin, “Pada
pertengahan 1958 Pemerintahan Eisenhower dipaksa untuk mengakui bahwa proyek
campur tangannya di Indonesia telah
gagal total” (Baskara T,Wardaya.2007.hal 131). Pelan tapi pasti pengakuan itu
dilanjutkan dengan rencana untuk mengakhiri proyek yang tak berhasil itu. Sejak adanya rapat Departemen Luar Negeri AS
bantuan untuk pemberontakan benar-benar telah dikurangi dan mulai mendukung
pemerintah pusat di Jakarta. Perubahan atas kebijakan itu terjadi ketika
Pemerintahan Eisenhower menggantungkan diri pada laporan-laporan dari kedutaan
besar AS di Jakarta, dan bukan lagi pada CIA kelompok gugus tugas
Inderdepartemen yang dipimpin mantan Dubes Hugh Cumming Jr.(Baskara
T,Wardaya.2007.hal 132). Berkaitan dengan itu Washington baru menyadari bahwa
militer di Indonesia tidak hanya non-komunis tapi juga anti-komunis.
Sangat sulit dipungkiri pula bahwa memang Amerika ikut
terlibat dalam pembunuhan massal yang berlangsung sejak akhir 1965. Dan semua
itu terlihat begitu jelas dan tak mengherankan bahwa pada tahun 2001 lalu CIA
dan Pemerintah Amerika bersusah payah menarik kembali publikasi sejumlah
dokumen dalam serial Foreign Relations Of
The United States yang berkaitan dengan semua itu. Namun, syukurlah
pelarangan itu diumumkan sejumlah buku yang sempat terbit.
DAFTAR PUSTAKA
·
T. Wardaya,Baskara.2007.Bung Karno Menggugat!G30S.Yogyakarta;PT
Buku Kita
·
Ricklefs,M.C.2008.Sejarah Indonesia Modern
1200-2008.Jakarta;Serambi